Beberapa gadis desa tengah memikul air dari sungai menuju rumah. Anjing melolong melihat tamu asing masuk desa. Puluhan bocah asik bermain kelereng. Sebuah masjid berdiri kokoh di tengah desa itu. Sekitar 200 meter dari masjid berdiri pula sebuah gereja katolik. Tampak pula kuburan umat katolik dan muslim berbaur di satu lokasi. Pemandangan ini sangat berbeda dengan kebanyakan warga kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Di Tolonggeru, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima kaum muslim dan kristen sangat rukun dan bersahabat.
Perkawinan antara kaum muda di desa itu telah disepakati para tokoh adat sejak tahun 1700-an. Perempuan atau gadis harus taat kepada calon suami karena itu ia wajib ikut agama sang calon suami. Kesepakatan adat ini yang mengikat kerukunan antara muslim dan kristen di daerah itu. Meskipun pada awalnya pihak keluarga perempuan cenderung emosional tetapi kemudian berdamai seperti biasa.
Pengurus Gereja Katolik Tolonggeru Martinus Razak di Tolonggeru, Bima, Minggu (8/11) mengatakan, kesepakatan di bidang perkawinan tahun 1700-an itu membuat Desa Tolonggeru yang sangat majemuk agama dan adat istiadat selalu rukun dan damai.
"Lalu memasuki persiapan pesta nikah, keluarga calon mempelai perempuan dan laki laki sama sama mencari kayu bakar di hutan, membuat tenda perkawinan bersama, masak bersama dan belanja bersama," kata Razak.
Satu hal yang menarik adalah ketika memasuki hari raya Idul Fitri, umat kristen menyediakan semua jenis makanan bagi kaum muslim, atau sebaliknya hari raya Natal. Kebersamaa ini dibangun sejak tahun 1700-an.
Pengurus Masjid Al Taqwa Tolonggeru Imam Muhaji mengatakan, kerukunan di Tolonggeru patut menjadi contoh di daerah lain. Kristen dan Muslim di daerah itu selalu rukun sejak tahun 1700-an.
"Kami tidak pernah persoalkan penganutan agama oleh orang lain. Yang penting orang itu hidup baik dan tidak mengganggu orang lain. Agama yang baik tentu mengajarkan yang baik pula"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar