Berhakkah kita mencegah orang mencabut nyawanya sendiri ??? Bukankah itu hak pribadnya, untuk hidup maupun untuk mati ???
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus bunuh diri di negara kita makin mewabah.
Berdasar data terakhir WHO terdapat 1 juta kasus dalam satu tahun didunia.
Di Propinsi DKI Jakarta, kasus mencapai 5,8% dari jumlah penduduk. Di
Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DIY,terdapat lebih dari 30 kasus setiap tahun. Kasus
bunuh diri sebagian besar menimpa golongan dewasa, dan sedikit yang menimpa
remaja.Hal ini sebenarnya banyak berkaitan dengan status orang dewasa tersebut.
Banyak penelitian yang menemukan bahwa sebagian besar dari orang-orang yang
bunuh diri berlatar belakang keluarga broken home. Selain itu, tuntutan
kebutuhan ekonomi sering menjadi alasan bunuh diri. Penyakit yang tidak kunjung
sembuh menjadi alasan berikutnya. Jangan remehkan suasana hati kita, sebab
kalau sedang dalam kondisi sangat buruk, seseorang bisa mengakhiri nyawanya sendiri.
Ilmuwan Amerika belum lama ini menemukan bahwa kasus bunuh diri di kalangan remaja
justru dipicu akibat suasana hati yang buruk.
Kasus bunuh diri di kalangan remaja belakangan mulai
meningkat. Data resmi di Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan, selama 2003
tercatat 62 kasus bunuh diri. Jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih
banyak daripada angka tahun 2002. Usia
pelaku bunuh diri, tidak main-main, ada yang masih belasan tahun.
Apa sesungguhnya pemicu keinginan mengakhiri hidup
sendiri itu? Ternyata semua kasus´horor´ tersebut dilandasi pada mood atau
suasana hati seseorang. Dr. Ghanshyam Pandey
beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas
enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu
keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah
melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meninggal
akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C(PKC) pada
otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan
karena bunuh diri
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana bunuh diri dilihat dari ukuran masalahnya?
2.
Siapakah kelompok beresiko yang didiagnostik dalam
usaha bunuh diri?
3.
Bagaimana penjelasan tentang depresi , tingkatan
depresi, gejala-gejala umum dari depresi?
4.
Apa saja kasus-kasus yang tejadi di dalam bunuh diri?
5.
Apakah penyebab bunuh diri
6.
Bagaimanakah karakteristik pemikiran dari orang yang
ingin bunuh diri?
7.
Bagaimanakah bunuh diri dipandang sociodemografik dan
faktor-faktor lingkungan?
8.
Bagaimana kita menjangkau orang-oarang yang bunuh
diri?
9.
Bagaimana terapi bagi yang mengalami gangguan perasaan
dan bunuh diri?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui bunuh diri dilihat dari ukuran
masalahnya
2.
Untuk mengetahui kelompok beresiko yang didiagnostik
dalam usaha bunuh diri
3.
Untuk mengetahui penjelasan tentang depresi ,
tingkatan depresi, gejala-gejala umumdari depresi
4.
Untuk memahami kasus-kasus yang tejadi di dalam bunuh
diri
5.
Untuk mengetahui penyebab bunuh diri
6.
Untuk mengetahui karakteristik pemikiran dari orang
yang ingin bunuh diri
7.
Untuk mengetahui bunuh diri dipandang sociodemografik
dan faktor-faktor lingkungan
8.
Untuk mengetahui kita menjangkau orang-oarang yang
bunuh diri
9.
Untuk mengetahui terapi bagi yang mengalami gangguan
perasaan dan buhuh diri
PEMBAHASAN
A. Bunuh Diri
Bunuh diri ialah
perbuatan untuk menamatkan hayat atau perbuatan
memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu perkara yang dianggap
tidak dapat ditangani.
Kejadian membunuh diri ini lazimnya berlaku kepada
mereka yang menghadapi tekanansama ada dari segi mental atau fizikal. Mereka
ini akan bertindak di luar pemikiran akal yang waras. Mereka ini juga selalunya
daripada individu yang bermasalah seperti masalah dalam keluarga, putus cinta,
dan sebagainya.
Siapa yang nekat bunuh diri? Di Negara maju seperti
Amerika Serikat, umur puncak rawan bunuh diri adalah antara 24 dan 44
tahun. kasus ini lebih banyak sungguh-sungguh dilakukan oleh kaum laki-laki
ketimbang kaum perempuan, namun lebih banyak dicoba oleh kaum perempuan
ketimbang kaum laki-laki.
Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri di kalangan
kaum perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur; sedangkan kaum
laki-laki lebih suka memilih cara yang lebih letal atau mematikan, seperti
menggantung diri.
Kebanyakan percobaan bunuh diri di kalangan kaum
perempuan maupun laki-laki dilakukan ditengah suasana percekcokan antar pribadi
atau tekanan hidup berat lainnya. Kelompok yang beresiko tinggi untuk
melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, paralansia,
pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan
hidupnya,orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni
daerah kumuh dan miskin, kelompok perofesional tertentu, seperti dokter,
pengacara dan psikolog.
Banyak kasus bunuh diri dilakukan karena stress yang
ditimbulkan oleh berbagai sebab,antara lain:
1.
Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar dari orang
yang berhasil melakukan bunuh diri tengah dilanda depresi pada saat tindakan
tersebut dilakukan.
2. Krisis dalam
hubungan interpersonal. Konflik-konflik dan pemutusan hubungan,
sepertikonflik-konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan
orang-orangterkasih akibat kematian, dapat menimbulkan stress berat yang
mendorong dilakukannyatindakan bunuh diri.
3. Kegagalan
dan devaluasi diri. Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu
urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi
diri atau rasakehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri.
4. Konflik
batin. Di sini stress itu bersumber dari konflik batin atau pertentangan di
dalam pikiran orang yang bersangkutan sendiri. Misalnya seorang pria
lajang merasa cemas, bingung, ragu-ragu antara memilih hidup atau mati,
dan akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan teka-teki itu dengan
melakukan bunuh diri.
5.
Kehilangan makna dan harapan hidup. Karena kehilangan
makna dan harapan hidup,oran merasa bahwa hidup ini sia-sia. Akibatnya orang
memilih mengakhiri hidupnyadengan bunuh diri. Perasaan semacam ini sering
dialami oleh orang-orang yangmenderita penyakit kronik atau penyakit
terminal.
Namun begitu mudahkah seseorang memutuskan niat bunuh
diri? Jawabnya tidak,sebagaimana terbukti dari adanya gejala yang disebut Ambivalensi dalam bunuh diri. Artinya, senantiasa terjadi keraguan antara melaksanakan dan mengurungkan niat pada
orang-orang yang berniat bunuh diri. Meminjam kata Hamlet 'to be or not to be´, Farberow
dan Litman (1970)menggolongkan tiga
jenis perilaku bunuh diri berdasarkan kencang atau kendornya niat seseorang untuk
menghilangkan nyawa sendiri.
Yang pertama adalah kelompok ³To be´, yakni
orang-orang yang tidak sunguh-sungguhingin mati, hanya ingin menyampaikan pesan
kepada orang lain tentang kesedihan yang dialaminya dan keinginannya untuk
bunuh diri. Maka percobaan bunuh dirinya pun tidak sungguh-sungguh,
misalnya menelan obat tidur dalam jumlah tidak terlampau banyak,menggores urat
nadinya tidak terlampau dalam, dan cara-cara lain yang tidak mematikan. Mereka
biasanya juga sudah menyiapkan agar orang lain memergoki mereka dan
pastimemberikan pertolongan.
Yang kedua adalah kelompok 'Not to Be´, yakni
orang-orang yang sungguh-sungguh berniat menghilangkan nyawanya sendiri.
Biasanya mereka tidak memberikan peringatan sebelumnya dan mengatur situasinya
sedemikian rupa sehingga ornag lain tidak akan bisa menolong. Mereka juga
memilih cara-cara bunuh diri yang lebih mematikan, seperti menembak dirinya
sendiri atau melompat dari lantai teratas gedung bertingkat.
Yang ketiga adalah kelompok 'To Be or Not To Be´,
yakni orang-orang yang ragu-ragu,apakah ingin terus hidup atau mati. Biasanya
mereka lalu menyerahkan keputusan itu pada faktor kebetulan atau nasib.
Cara yang dipakai untuk mencoba bunuh diri biasanya berbahaya namun efeknnya
relative makan waktu lama, sehingga masih terbuka kesempatan untuk
diselamatkan.Misalnya melukai secara serius bagian tubuh yang tidak
vital.
Namun, berkaitan dengan ambivalensi di atas,
penelitian menunjukkan bahwa orang-orangyang akhirnya melakukan bunuh diri,
umumnya sebelumnya telah mengkomunikasikan niatnya itu kepada orang lain baik
secara langsung atau tidak langsung. Jadi, fakta ini bertentangan dengan
keyakinan umum bahwa orang yang mengancam bunuh diri jarang melaksanakannya secara
sungguhan karena ambivelen. Baik langsung maupun tidak langsung.,
pengkomunikasian niat untuk bunuh diri biasanya merupakan sejenis 'teriakan
minta tolong´. Orang yang bersangkutan sesungguhnya sedang mengungkapkan
kesedihan dan ambivalensi atau kebimbangannya untuk melakukan bunuh diri. Jadi
komunikasi semacam itu merupakan peringatan sekaligus permintaan
pertolongan.
Pesan bunuh diri semacam itu biasanya ditunjukkan
kepada keluarga atau kenalan, bisa dikirim via pos atau ditinggalkan di suatu
tempat tak jauh dari tempat bunuh diri. Pesan bunuh diri dapat digolongkan
menjadi tiga kategori:
1.
Pesan yang mengandung emosi positif, yaitu berisi
ungkapan kasih sayang, rasa terimakasih, atau sikap peduli pada orang yang
ditinggalkan. Kebanyakan pesan bunuh diri masuk dalam kategori ini.
2. Pesan yang
mengandung emosi negative, yaitu berisi permusuhan, kebencian, atau emosi negative
lain yang ditujukan pada orang-orang yang ditinggalkan. Jumlah pesan
ini biasanya sedikit.
3. Pesan yang
mengandung emosi netral, biasanya dimulai dengan kata-kata seperti:´ditujukan
kepada siapa saja yang peduli...?´
4.
Pesan dengan isi emosi campuran, yaitu campuran emosi
positif dan emosi negative.
"Menjangkau dan mendengar saja merupakan langkah yang besar dalam menurunkan tingkat keputusasaan orang tersebut"
Upaya mencegah bunuh diri sungguh sangat sulit. Salah
satu penyebabnya, orang yangmengalaminya biasanya terjerat oleh cara berpikir
sempit dan irrasional, serta tidak menyadari bahwa dirinya membutuhkan
pertolongan. Salah satu bentuk upaya mencegah bunuh diri adalahyang disebut crisis intervention.Tujuannya adalah
menolong orang mengatasi krisis hidup yang berat. Bentuknya bisa dengan
menyediakan layanan :hot line´ via telepon. Seseorang yangmengalami ambivalensi
untuk bunuh diri akibat menderita stress berat, misalnya, dapat mengontrak jasa
³hot line´ ini sebelum melaksanakan niatnya, untuk mendapatkan peneguhan kembali
sehingga mau mengurungkan niatnya itu.
Umumnya kita memandang bunuh diri sebagai tindakan
yang tidak hanya tragis tetapi juga keliru. Namun usaha mencegah orang
bunuh diri bukan tanpa pesoalan etis. Berhakkah kita mencegah orang mencabut
nyawanya sendiri? Bukankah itu hak pribadnya, untuk hidup maupun untuk mati?
Satu-satunya alasan yang mencoba bunuh diri sering tidak sungguh-sungguh ingin,
masih ragu-ragu, atau kalau pun bulat niat itu biasanya bersifat sesaat.
Maka,upaya pencegahan tersebut secara etis bisa dibenarkan.
Perilaku bunuh diri Emile Durkheim (seorang sosiolog Prancis),
mengelompokkan bunuh diri menjadi 3 jenis:
1. Altruistic suicide,
yaitu bila individu merasa terikat pada
tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena
identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok,sehingga ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya, misalnya harakiri di Jepang.
2.
Egoistic suicide,
yaitu apabila individu tidak mampu
berintegrasi dengan masyarakat karena masyarakat menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian, misalnya orang yang kesepian, tidak menikah
dan pengangguran.
3.
Anomic suicide,
yaitu apabila terdapat gangguan
keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu
mengalami krisis identitas, misalnya orang kaya yang mengalami kebangkrutan
dalam usahanya.
Saat ini, kita hidup dalam suatu masyarakat yang oleh Durkheim
dinamakan “anomic”,suatu masyarakat dimana perubahan terjadi secara cepat yang
menyebabkan kegelisahan dar ianggota masyarakatnya. Perubahan ini memberikan
pukulan yang hebat terhadap kaum muda yang bisa dilihat pada kasus bunuh Diri
yang terjadi di kalangan pemuda.
Sigmund Freud menerangkan
masalah Bunuh diri berdasarkan teori Psikoanalisa mengatakan bahwa Bunuh diri
adalah suatu bentuk agresi yang ditujukan ke dalam. Seseorang yang Bunuh diri sebetulnya ingin
membunuh image (bayangan) Kebencian terhadap orang tua mereka sendiri yang ada
di dalam diri mereka. Faktor Penyebab Bunuh diri Karl Menninger, salah seorang
pengikut Freud mengajukan teorinya tentang Bunuh diri sebagai
bentuk pembunuhan dan orang yang dibunuh berada dalam Diri satu
orang. Setiap individu yang bunuh diri secara sadar atau tidak sadar didorong
oleh 3 motif yaitu:
1.
Keinginan untuk membunuh :
Keinginan untuk membunuh dapat
dilihat pada orang yang mempunyai kecenderungan untuk menyakiti orang lain atau
merusak sesuatu
2. Keinginan
untuk dibunuh :
Keinginan untuk dibunuh pada
orang-orang yang bunuh diri berpangkal pada Perasaan marah dan benci
terhadap diri sendiri dan ingin menghukum diri sendiri untuk menghilangkan
perasaan tersebut
3. Keinginan
untuk mati :
Keinginan untuk mati berasal dari
bekerjanya kekuatan instink kematian pada orang yang bunuh diri
Bunuh diri-ukuran dari masalahnya:
Bunuh diri adalah masalah
yang kompleks dimana tidak ada satu sebab, satu alasan. Itu dihasilkan dari
interaksi yang kompleks secara biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan faktor
lingkungan. Sangat sulit untuk menerangkan mengapa beberapa orang memutuskan
untuk bunuh diri padahal orang lain yang juga dalam situasi yang
mirip atau mungkin lebih parah tidak berusaha bunuh diri.Bagaimanapun
juga, kebanyakan bunuh diri dapat dicegah.
Beberapa kelompok beresiko yang didiagnostik dalam usaha bunuh diri:
- Depresi (dalam bentuk apapun);
- Gangguan kepribadian (kepribadian anti sosial dan borderline dengan sifat yang impulsif,agresif dan perubahan mood yang sering)
- Alkoholisme (dan/atau penyalahgunaan zat lain dalam masa remaja);
- Schizophrenia;
- Gangguan mental organik;
- Gangguan mental lainnya.
Walaupun banyak dari mereka yang
melakukan bunuh diri memiliki gangguan mental,kebanyakan dari mereka tidak
mengunjungi profesional dalam bidang kesehatan mental, bahkan di negara maju.
Depresi
Depresi
adalah diagnosa yang paling sering ada dalam kasus bunuh diri. Semua orang
merasa depresi, sedih, sendiri dan tidak stabil dari waktu ke waktu, dan
perasaan-perasaan seperti itu biasanya dapat dilewati. Tetapi, ketika
perasaan-perasaan itu dengan gigih mengacaukan kehidupan normal seseorang,
perasaan-perasaan depresif itu berubah kondisi menjadi penyakit depresif.
Tingkatan Depresi :
1.
Depresi tingkat tinggi : frustasi.
2.
Depresi tingkat sedang dan rendah : trauma.
Gejala-gejala umum dari Depresi :
1.
Merasa sedih selama 1 hari penuh/ beberapa hari.
2.
Kehilangan minat dalam kegiatan yang biasa di lakukan.
3.
Kehilangan berat badan, bukan di sebabkan karena diet.
4.
Terlalu banyak/ kurang tidur.
5.
Merasa letih atau lelah secara terus menerus.
6.
Merasa tidak berarti/ berguna, bersalah, dan tidak mempunyai
harapan.
7.
Merasa resah, gelisah setiap saat.
8.
Sulit untuk berkonsentrasi , mengingat dan membuat
keputusan.
9.
Sering berfikir untuk mati atau bunuh diri.
Kasus-kasus yang tejadi di dalam bunuh diri :
1.
1/3 kasus kasus bunuh diri yang ada adalah karena
ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan.
2.
5-10 % pecandu melakukan bunuh diri
3.
Niat untuk melakukan bunuh diri yang lebih
besar, disebabkan karena penyakit / virus yang mematikan.
4.
Yang memiliki niat untuk bunuh diri lebih banyak
laki-laki, tetapi yang melakukannya lebih banyak wanita.
5.
Orang-orang usia 15-35 tahun lebih besar niatnya untuk
bunuh diri.
6.
Biasanya dilakukan oleh para dokter, ahli kimia,
petani, dokter hewan. Biasanya dilakukan oleh orang-orang yang di PHK
Bunuh diri di sebabkan oleh faktor lingkungan :
1.
Masalah interpersonal atau masalah pribadi seperti
bertengkar dengan pasangan,keluarga, teman.
2.
Ditolak teman atau keluarga.
3.
Kejadian merugikan seperti: perusahaan bangkrut atau
rugi secara finansial.
4.
Masalah keuangan, kehilangan pekerjaan, pensiun,
kesulitan finansial.
5.
Perubahan yang terjadi di masyarakat seperti :
perubahan drastis dalam politik atau ekonomi
Karakteristik pemikiran dari orang yang ingin bunuh
diri :
1.
Ambivalensi : Kebanyakan orang yang ingin bunuh diri
memiliki perasaan yang campur aduk tentang bunuh diri itu sendiri.
Keinginan untuk hidup dan mati beradu dalam orang tersebut, ada keinginan untuk
lari dari rasa sakit dan ada juga hasrat untuk hidup.Kebanyakan dari mereka
tidak ingin mati, mereka hanya tidak senang dengan hidupmereka.
2.
Impulsitas : Bunuh diri adalah merupakan tindakan
impulsif, dan sama seperti tindakanimpulsif lainnya, dorongan ini bisa bertahan
lama atau hanya beberapa menit atau beberapa jam saja. Biasanya dipicu
oleh kejadian-kejadian negatif. Menolak krisis-krisistersebut dengan lebih
banyak bermain dengan waktu, keinginan untuk bunuh diri dapat dikurangi atau dicegah.
Rigiditas: Apabila orang ingin bunuh diri, pemikiran, perasaan dan tindakan
mereka terbatasi. Mereka berpikir untuk bunuh diri secara konstan dan
tidak mampu menerima jalan keluar dari masalah. cara berpikir mereka
sangat ekstrim
Bunuh diri-sociodemografik dan faktor-faktor lingkungan:
1.
Jenis
kelamin:
Lebih banyak laki-laki melakukan tindakan bunuh diri
daripada perempuan tetapi lebih banyak perempuan berusaha bunuh diri.
2. Umur:
Rata-rata bunuh diri mempunyai dua puncak umur: 15-35
Tahun dan 75 Tahun keatas.
3. Status Pernikahan:
Cerai, janda, dan single adalah orang-orang yang
memiliki resikolebih tinggi dari pada yang sudah menikah. Mereka yang tinggal
sendirian atau yang berpisah dari pasangannya lebih rawan.
4. Pekerjaan:
Dokter, Veteran, Apoteker, Ahli Kimia dan petani lebih
memiliki resiko lebih tinggi dari pada rata-rata.
5. Pengangguran:
Kehilangan pekerjaan lebih beresiko daripada status
penganggguran.
Bagaimana kita menjangkau orang-oarang yang
bunuh diri?
Seringkali
ketika orang berkata " Saya capek akan hidup " atau "tidak ada
nilai untuk hidup",mereka yang terhapuskan atau telah diberikan contoh
dari orang-orang yang berada dalamkesulitan yang lebih parah. Tidak ada dari
respon-respon orang-orang yang ingin bunuh diri.
Kontak awal sangat penting. Seringkali kontak terjadi di klinik, rumah atau tempat-tempat umum dimana biasanya sangat sulit untuk melakukan percakapan pribadi.
1. Langkah pertama adalah untuk mencari
tempat-tempat yang cocok dimana orang dapat bercakap-cakap secara tenang
dan bisa mendapatkan keleluasaan.
2. Langkah berikutnya adalah untuk
menentukan waktu seperlunya. Orang yang berkeinginan bunuh diri biasanya
membutuhkan waktu lebih untuk melepaskan beban mereka sendiri dan seseorang
harus siap secara mental untuk memberikan mereka waktu.
3. Yang terpenting adalah untuk
mendengarkan mereka secara efektif. "Menjangkau dan mendengar saja
merupakan langkah yang besar dalam menurunkan tingkat keputusasaan orang
tersebut".Tujuannya adalah untuk menjembatani celah yang terbentuk dari
ketidak percayaan,keputusasaan dan hilang harapan dan memberikan orang tersebut
harapan bahwa segala sesuatu bisa berubah menjadi lebih baik.
D. TERAPI
PENDEKATAN PSIKODINAMIKA
Psikoanalisa tradisional bertujuan membantu orang yang
depresi untuk memahami perasaanmereka yang ambivalen terhadap orang-orang
(objek) penting dalam hidup mereka yang telahatau terancam hilang. Dengan
menggali perasaan-perasaan marah terhadap objek yang hilang,mereka dapat
mengarahkan rasa marah keluar melalui ekspresi verbal dari perasaan
PENDEKATAN BEHAVIORAL
Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi dipelajari
dandapat dihilangkan(unlearned). Terapis
perilaku bertujuan secara langsung memodifikasi perilaku dan bukan untuk
menumbuhkan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari
perilaku-perilaku ini. Terapi ini telah terbukti berhasil dalam menangani
depresi untuk orang dewasa dan juga anak (Craighead& Ilardi, 1998).
Salah satu program behavioral yang
ilustratif telah dikembangkan oleh Lewinshon dan koleganya. Program ini terdiri
dari sebuah program terapi kelompok dengan 12 sesi selama 8 minggu yang diorganisasikan
sebagai suatu kursus coping with
depression (CWD) course. Kursus ini membantu klien memperoleh keterampilan
relaksasi, meningkatkan aktivitas yang menyenangkan, dan membangun keterampilan
sosial yang memungkinkan mereka mendapatkan reinforcement sosial.
PENDEKATAN KOGNITIF
Teoretikus kognitif percaya bahwa pikiran yang
terdistorsi memainkan suatu peran kuncidalam perkembangan depresi. Terapi
kognitif yang dikembangkan Aaron Beck dan koleganyatelah mengembangkan suatu
pendekatan penanganan yang multikomponen. Orang yang depresi cenderung untuk
berfokus pada bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang
mungkin mendasari kondisi perasaan mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan
lebih banyak perhatian pada bagaimana buruknya perasaan mereka dibanding
pada pikiran-pikiran yang kemungkinan memicu atau mempertahankan mood yang depresi.
TERAPI DENGAN PENDEKATAN BIOLOGIS
Pendekatan biologis dalam penyembuhan
perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguanmental, seperti penyakit fisik
disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapifisiologis
dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi,
elektrokonvulsif dan prosedur pembedahan.
1. Kemoterapi
(Chemotherapy)
Chemotherapy atau Kemoterapi dalam
kamus J.P. Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius dalam penyembuhan
gangguan atau penyakit-penyakit mental. Adapun penemuan obat-obat ini dimulai
pada awal tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian
gejala Schizophrenia.Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat
meredakan depresi dan sejumlah obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan
kecemasan.
a.
Antianxiety
Drugs
Yaitu obat yang dapat menurunkan kecemasan dan
termasuk pada golongan yang dinamakan benzodiazepin. Obat-obatan ini
sering dikenal dengan transkuiliser (penenang).
b.
Anti
Depressant
Obat anti depressant sering diberikan pada pasien yang
mengalami depresi mayor. Selain itu juga untuk membantu meningkatkan mood
individu yang terdepresi. Obat ini lebih memberikan efek pada membangkitkan
energi. Obat anti depressant cenderung mengurangi depresi pada aspek fisik.
Contohnya, mereka cenderung untuk meningkatkan tingkat aktivitas pasien
untuk mengurangi gangguan makan dan tidur.Orang yang mengalami depresi
berat sering mengalami insomnia oleh karena itu pemberian anti depressant harus
mempertimbangkan waktu pemberian. Hal ini menjadi pertimbangan manakala
beberapa pasien yang berada di rumah sakit selama periode tertentu mempunyai kecenderungan
untuk melakukan bunuh diri. Akan tetapi pemberian obat anti depressant yang
berlebihan akan menyebabkan kematian.
c.
Antipsychotic
Obat anti psikotik sangat efektif untuk menghilangkan
halusinasi dan konfusi dari satu episodeschizophrenia ikut serta membantu
pemulihan proses berpikir yang rasional.Obat ini tidak menyembuhkan
schizophrenia, akan tetapi membantu pasien agar dapat berfungsi diluar
rumah sakit. Anti psikotik dapat mempersingkat masa perawatan pasien
danmencegah kekambuhan.Walaupun demikian obat ini memiliki efek samping
terhadap mulut menjadi kering, pandangankabur, konsentrasi berkurang hingga
gejala neurologis.
d.
Lithium
Bangsa Yunani pertama kali menggunakan metal lithium
untuk obat-obatan psycho active.Mereka menentukan kandungan air mineral untuk
pasien dengan gangguan bipolar afektif,
walaupun demikian mereka belum memahami mengapa hal
ini kadang-kadang bisa menghasilkan kesembuhan. Akibat ini kemungkinan besar
dikarenakan air mineral yangmengandung lithium.Metal lithium dalam bentuk
tablet dapat meratakan hasil periode tingkah laku depresif pada tingkat sedang
dari persediaan norephinephrin.
Transkuiliser ini
Terdiri dari Transkuiliser Minor dan Transkuiliser Mayor.
e.
Transkuiliser Minor
Obat-obat ini biasanya diberikan pada pasien yang
mengeluh cemas atau tegang, walaupun beberapa orang sering menggunakannya
sebagai pil tidur. Yang termasuk golongan ini adalah valium, librium, miltown,
atarax, serax dan equamil.Valium dan transkuiliser lainnya digunakan untuk
menekan aktivitas sistem saraf pusat,mengurangi aktivitas simpatis, mereduksi
kecepatan jantung, kecepatan pernafasan dan perasaan gelisah serta ketegangan. Masalah
yang diasosiasikan pada beberapa trankuiliser adalah kecemasan yang mengganjal.
Beberapa pasien yang telah menggunakan obat ini secara tidak teratur berakibat
pada kecemasannya muncul kembali dan rasa sakitnya bertambah.
f.
Transkuiliser Mayor
Transkuiliser Mayor dianggap pada bagian yang luas
untuk mengurangi bentuk-bentuk kebutuhan yang bervariasi dari pengendalian
dan pengawasan. Dalam beberapa kasus dapat mengurangi agitasi, delusi dan
halusinasi. Yang termasuk golongan ini thorazine, mellaril, dan stelazine.
Transkuiliser Mayor diberikan pada pasien schizophrenia untuk memimpin
sebagian besar kehidupannya secara normal dalam komunitas masyarakat,
tempat kerjanya, dan mempertahankan kehidupan keluarganya.
Valium dan transkuiliser lainnya digunakan untuk menekan aktivitas sistem saraf pusat,mengurangi aktivitas simpatis, mereduksi kecepatan jantung, kecepatan pernafasan dan perasaan gelisah serta ketegangan.
2. Electroconvulsive
Terapi elektrokonvulsif
(electroconvulsive therapy) dijelaskan oleh psikiater asal Itali UgoCarletti pada
tahun 1939. Pada terapi ini dikenal electroschot therapy, yaitu adanya
penggunaanarus listrik kecil yang dialirkan ke otak untuk menghasilkan kejang
yang mirip dengan kejangepileptik. Pada saat ini ECT diberikan pada pasien yang
mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak merespon pada terapi
otak.Secara khusus, pasien dengan terapi ECT mendapatkan satu treatment dalam
tiga atau beberapa minggu. ECT dapat menyebabkan ketidaksadaran, walaupun
demikian arus listrik yangdialirkan sangatlah lemah. Arus listrik dialirkan
melalui pelipis menuju ke sisi hemisfer serebralnon dominan. Individu akan
terbangun dalam beberapa menit kemudian dan tidak ingat apapuntentang terapi.Efek
samping dari terapi ECT ini adalah gangguan memori yang menimbulkan
kekosonganmemori sehingga pasien mengalami gangguan kemampuan untuk menambah
informasi baruselama beberapa waktu.
3. Psychosurgery
Pada terapi ini, tindakan yang
dilakukan adalah adanya pemotongan serabut saraf dengan penyinaran
ultrasonik. Psychosurgery merupakan metode yang digunakan untuk pasien
yangmenunjukan tingkah laku abnormal, diantaranya pasien yang mengalamai
gangguan emosi yang berat dan kerusakan pada bagian otaknya.Pada pasien
yang mengalami gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut yangmenghubungkan
frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu.Terapi
ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis, seperti disorganisasi proses
pikiran,gangguan emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta
halusinasi dan delusi.
PENUTUP
1. Bunuh diri ialah perbuatan untuk
menamatkan hayat atau perbuatan memusnahkan
diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu perkara yang dianggap tidak dapat
ditangani. Perilaku bunuh diri Emile
Durkheim (seorang sosiolog Prancis), mengelompokkan bunuh diri
menjadi 3 jenis: Altruistic suicide, egoistic suicide, anomic suicide.
2. Beberapa kelompok beresiko yang
didiagnostik dalam usaha bunuh diri: Depresi (dalam bentuk apapun),
Gangguan kepribadian (kepribadian anti sosial dan borderline dengansifat yang
impulsif, agresif dan perubahan mood yang sering), Alkoholisme
(dan/atau penyalahgunaan zat lain dalam masa remaja); Schizophrenia;Gangguan
mental organik,Gangguan mental lainnya. Karakteristik pemikiran dari orang yang
ingin bunuh diri:ambivalensi dan impulsitas.
3. Bunuh diri-sociodemografik dan
faktor-faktor lingkungan: Jenis kelamin, umur, status pernikahan,
pekerjaan, pengangguran, kehilangan pekerjaan lebih beresiko daripadastatus
penganggguran
4. Terapi bagi yang mengalami gangguan
perasaan dan bunuh diri adalah dengan pendekatan psikodinamika,
behavioral, kognitif dan biologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar